Halo, Miks!
Kadang perempuan suka sekali curhat kepada teman, di dunia nyata maupun media sosial. Niat awal baik, ingin berbagi dan mencari solusi. Namun, chating dan ucapan bersama teman-teman tanpa disadari jatuh pada kesalahan besar yaitu mengeluh. Bahkan terdengar biasa seolah-olah bukan masalah.
Kita semua sebaiknya mengontrol diri untuk tidak mengeluh, sebab menurut Ustadz Oumar Mifta, Mengeluh adalah indikator seseorang tidak ikhlas dalam menjalani kehidupan. Bukankah ikhlas adalah ibadah batin yang mensuport semua ibadah zhohir seperti shalat, puasa dll. Nah, berikut 3 keluhan yang terdengar biasa, yang seharusnya tidak diucapkan:
- Bosan di rumah, di sinilah (tempat kerja) bisa tertawa lepas
“Bosan di rumah, disinilah (tempat kerja) bisa tertawa lepas bermakna di rumah tidak bisa berbahagia. Bagaimana mungkin seorang perempuan tidak bisa berbahagia di rumah yang terdapat anak-anak dan suami? Dimanakah letak baiti jannati?
Nyatanya, ungkapan serupa sering diucapkan oleh banyak teman yang telah dianggap senior dalam berumah tangga.
Terdapat kiat untuk menarik ungkapan ini, yaitu selalu bersyukur. Ciptakan sakinah, mawadah, warohmah di rumah dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Semakin tinggi pemahaman terhadap status seorang hamba (hanya untuk beribadah). Maka, semakin memahami pasangan punya kekurangan yang secara bersama-sama bisa diatasi.
- Andai saja aku tidak ditakdirkan bersamanya
Kata-kata serupa sering kita dengar di kehidupan sehari-hari atau keluahan di media sosial. Kata ini melawan takdir dan tidak berlaku sopan terhadap Allah Swt. Dalam berumah tangga pasti ada kesalahpahaman dan kesukaran dalam memahami pasangan. Pada titik terjenuh, tetap saja seorang istri jangan sampai mengeluh, “andai saja, aku tidak ditakdirkan bersamanya ….”
Karena, ia sedang terjebak dari perkataan yang tidak dibenarkan. Sebaiknya, dalam menghadapi tarik nafas, istigfar lalu ucapkan, “Allah sudah takdirkan, dan apapun yang Allah kehendaki pasti terlaksana.” Bersabar adalah pilihan. Jangan-jangan hati saja yang kurang bersyukur.
- Aku lelah, kenapa hanya aku yang mengalami hal seperti ini
Marah pada takdir? Merasa diri pada posisi yang paling menderita. Tetap saja tidak dibenarkan untuk berucap sama dengan ungkapan ini, “Aku lelah, kenapa aku yang mengalami hal seperti ini?
Ada kisah yang dipaparkan oleh sang Ustadz, dulu ada seorang yang baik, bijaksana dan rajin beribadah. Namun, dia dikaruniai dua orang anak yang buta. Ketika istrinya sedang mengandung, dia berharap dan selalu berdo’a agar diberi anak yang tidak buta. Sayangnya, anak yang dinantikan terlahir buta juga.
Seorang yang baik itupun mengeluh, kenapa dia harus seperti itu. Dia hanya ingin satu anak saja yang tidak buta, kok tidak diberi padahal dia sudah rajin beribadah. Dia putus asa. Marah pada takdir. Yang akhirnya, lelaki tersebut meninggal dalam keadaan tidak lagi beribadah dan keadaan ridha dengan takdirnya.
Nah, Miks itulah 3 keluhan yang terdengar biasa diucapkan. Semoga bukan kita yang begitu. Sebab, keikhlasan adalah unsur pertama untuk apapun yang kita kerjakan supaya diterima sebagai ibadah.
Tantangan Makmood Publishing hari ke-15