Menyikapi Kegagalan dengan Mengenali Sifat-sifat Jiwa Manusia

Halo, Miks!

Kegagalan dan kesuksesan ibarat dua sisi mata uang yang setia menemani kehidupan. Ketika kesuksesan menghampiri, kita merasa berada di puncak kebahagiaan dan merasa bahwa apa yang didapatkan merupakan buah dari usaha yang telah dilakukan. Namun, bila yang terjadi kegagalan, kita sering menyalahkan diri dan tenggelam dalam keterpurukan. 

Tidak ada orang yang menyukai kegagalan dirinya sendiri. Terkadang, kita sering dihadapi dilema, bertanya-tanya apa yang salah dalam hidup ini. Yang membahayakan, ketika kita menyalahkan orang lain akan kegagalan kita. Inilah saatnya, kita berintrospeksi diri dan merenungkan kembali apa yang salah dalam diri kita. 

Dalam buku Madrasah Pendidikan Jiwa, Abdul Hamid Al-Balali mengajak kita mengenali Sifat-sifat Jiwa manusia berdasarkan fitrah yang sudah ditetapkan Allah SWT. Berikut uraiannya :

1. Kecenderungan  Mengikuti Hawa Nafsu

Allah menanamkan hawa nafsu kepada manusia agar manusia bersemangat dalam menjalani hidup. Dalam menjalani kehidupannya, terkadang manusia terlalu condong mengikuti nafsu syahwatnya. Hal inilah yang membawa manusia kepada kegagalan. Bila kegagalan menimpa kita, sebaiknya berintrospeksi, seberapa jauh nafsu syahwat berkecimpung dalam hidup kita. 

Sesudah menemukan jawabannya, ajaklah jiwa kita untuk mengikuti hawa nafsu yang senantiasa dirahmati Allah, yaitu nafsu yang senantiasa berbuat sesuai dengan aturan-Nya.

2. Kecenderungan untuk Menyesal

Amarah sering kali mengikuti saat kegagalan datang. Kejadian-kejadian di masa lalu datang berkelindan dalam ingatan. Setelah melihat kejadian yang telah lalu, akan timbul penyesalan dalam diri. Ini adalah fitrah jiwa manusia. 

Asy-syahid Sayyid Qutub mengatakan bahwa sebaik-baiknya jiwa yang menyesali adalah yang bangkit, siaga, takut, dan siap menghadapi musuh-musuhnya yang berupa nafsu syahwat. Ini berarti bahwa setelah menyesali kegagalan, kita tidak boleh terpuruk di dalamnya. Kita harus bangkit dan berusaha memperbaiki kegagalan dengan memperbaiki ketaatan kita kepada Allah.

 3. Jiwa Yang Tenang MenerimaSegala Ketentuan-Nya

Kegagalan sering kali mendatangkan kesedihan. Jiwa menjadi tidak tenang bila diliputi kesedihan. Hal ini karena kita tidak ridha akan ketetapan Allah, dan terlalu menyalahkan diri sendiri. Maka dari itu, berhentilah menyalahkan diri sendiri dan orang lain, dan maafkanlah diri dengan menerima bahwa semua adalah ketentuan yang digariskan Allah. 

Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an mengatakan bahwa jiwa yang tenang dalam kesenangan dan kesengsaraan, dalam keluasan dan kesempitan, dalam nikmat atau ketiadaan nikmat, maka dia tidak akan tersesat dan tidak akan kebingungan pada hari kiamat.

4. Kecenderungan untuk Berubah-ubah

Dalam surat Asy-syams ayat 7-10, Allah mengatakan bahwa setelah penciptaan manusia, Allah mengilhamkan kepada manusia jalan kefasikan dan ketakwaan. Manusia diberikan pilihan untuk mengikuti jalan menuju kefasikan atau jalan menuju ketakwaan. Oleh karena itu, wajar bila manusia seringkali berubah-ubah. Hal yang perlu digarisbawahi bahwa kegagalan itu timbul karena manusia lebih memilih jalan kefasikan.

Untuk memperbaiki kesalahan yang telah diperbuatnya, hendaklah manusia bangkit dan kembali kepada jalan ketakwaan, karena hal itu akan membawa keberuntungan baginya.

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya itu.” (QS. Asy-Syams : 9)

5. Mampu Melakukan Tugas

Dalam surat Al-Baqarah ayat 286, Allah mengatakan bahwa Dia tidak membebani seseorang diluar batas kemampuannya. Sejatinya apa yang telah ditetapkan oleh Allah pasti bisa diterima oleh manusia. Oleh karena itu, bila kegagalan yang telah ditetapkan Allah hendaknya tidak membuat kita pesimis, dan bersusah hati. Tetap semangat melakukan kebaikan dan pantang menyerah. Tidak ada alasan yang menghalangi kita berbuat baik, karena Allah tidak menetapkan sesuatu di luar kemampuan kita.

6. Membisikkan untuk Melakukan Perbuatan Baik dan Buruk

Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa bisikan-bisikan adalah kata-kata jiwa, ada yang baik dan buruk. Barang siapa yang menyucikan jiwanya maka bisikan itu niscaya akan menyuruhnya melakukan kebaikan. Bisikan untuk melakukan perbuatan yang buruk hanya akan membawa kepada kegagalan. Lalu, bagaimana caranya menyucikan jiwa, agar bisikan jiwa selalu menyuruh kepada perbuatan baik? 

Maka, hendaknya jiwa tidak dikotori dengan perbuatan maksiat sehingga hanya bisikan yang baik yang akan bergema dalam diri kita. 

 

Demikian, enam sifat jiwa yang menjadi fitrah manusia dalam menjalani kehidupan ini. Sesungguhnya orang-orang yang selalu berada dalam ketaatan kepada Allah akan mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat. 

 

Ditulis untuk Tantangan Menulis Makmood Publishing hari ke-17

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.