Halo, Miks!
Adakah yang ingin meninggalkan keturunan sebagai generasi yang lemah? Bukan berarti fisik yang lemah atau sakit-sakitan dan bukan lemah secara materi, tetapi lemah dalam sikap mentalnya. Generasi penerus yang ditinggalkan dengan materi berlimpah tetapi memiliki sikap mental yang lemah maka harta di tangan mereka tidak akan terkelola dengan baik.
Oleh karena itu, orang tua wajib menyiapkan anak-anak supaya tidak menjadi generasi penerus yang lemah. Lalu, bagaimana melatih anak supaya menjadi pribadi yang kuat dan percaya diri? Pola asuh dari orang tua sangat menentukan sejak awal masa pertumbuhan mereka.
Mari latih tiga hal berikut agar anak-anak bermental kuat.
1. Mengendalikan Amarah
Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang kurang harmonis, sering menyaksikan dan mengalami kekerasan sehingga mereka berpotensi menjadi anak yang sulit mengontrol emosi. Saat dewasa kelak, anak-anak ini cenderung menjadi manusia temperamental, mudah marah, dan tersulut emosinya. Sebagian besar dari mereka menjadi pribadi yang reaktif, tidak sabar, dan kurang pandai mendengarkan.
Anak akan terlatih mengendalikan amarah dalam lingkungan spiritual yang baik dengan pendidikan agama dan budi pekerti. Ketenangan batin yang diperoleh dari melakukan ibadah, berdoa, dan mengenal Sang Pencipta menjadi landasan utama dalam pengasuhan keluarga inti. Saat menghadapi masalah mereka tidak mudah panik dan bisa mengelola emosinya.
Mereka pun mampu bersikap tenang, berpikir jernih, dan selalu berusaha mencari jalan keluar yang baik. Dengan demikian mereka terhindar dari perilaku kekerasan yang merugikan dirinya sendiri maupun mencelakai orang lain.
2. Berani Berkata Tidak
Patuh bukan berarti tidak pernah mengatakan tidak, orang tua sering terjebak dalam kondisi seperti ini. Jika hal ini tidak disadari, dalam jangka panjang dapat mengganggu rasa percaya diri anak nantinya. Anak bahkan hingga dewasa tidak berani menentukan sikap, cenderung mengikuti keputusan orang lainn dan sering menjawab dengan kata terserah.
Apabila anak tidak bersedia melakukan sesuatu yang tidak mereka inginkan, orang tua tidak perlu kecewa dan marah. Beri kesempatan anak-anak menolak dengan alasan yang bisa diterima. Seorang anak tanpa memiliki kemampuan menolak, akan menjadi manusia yang cenderung menjadi obyek perundungan dan tidak mampu membela diri sendiri. Jika kelak anak dengan karakter seperti ini menjadi seorang pemimpin tentu berbahaya sekali.
3. Tidak Takut Penolakan
Selain mampu menolak, anak juga sebaiknya pernah mengalami penolakan. Pengalaman dari perasaan tidak nyaman karena ditolak akan membentuk karakter tangguh pada diri seorang anak. Orang tua perlu memberikan pengalaman tersebut disesuaikan dengan usia anak, teteapi mereka pun harus cermat dalam mengidentifikasi antara kebutuhan dan keinginan anak. Contohnya, anak usia lima tahun yang minta dibelikan sebuah smartphone canggih bukanlah kebutuhan, tetapi keinginan tidak harus dipenuhi.
Dalam kehidupan, menghadapi penolakan adalah sebuah keniscayaan. Orang mungkin akan mengalami penolakan saat melamar pekerjaan, dalam hubungan percintaan, dan beberapa hal yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Pengalaman pernah ditolak akan membentuk anak menjadi pribadi yang tidak mudah putus asa dalam menjalani proses kehidupan.
Nah, Miks, menyiapkan anak-anak menjadi pribadi yang kuat bisa kita latih sejak dini. Memperhatikan hal-hal yang tampaknya sederhana ternyata bisa mempengaruhi proses tumbuhnya ketika dewasa. Sebagai orang tua, jangan sampai terlambat menyadari karena dampak pola asuh akan mempengaruhi pembentukan pribadi mereka di masa depan.