Budaya Nongkrong Sudah Menjadi Kebutuhan Primer, Hati-Hati Memilih Teman dan Tempat

Hai, Miks!

Istilah nongkrong kerap kali dipakai oleh kalangan milenial, hal ini disebabkan mereka lahir bersamaan dengan gejolak modernisasi di tengah pusaran globalisasi. Biasanya, mereka sering melakukan suatu kegiatan atau hanya sekadar bersantai-santai. Umumnya kegiatan ini dilakukan dengan tujuan hanya untuk melepaskan penat akibat suatu pekerjaannya.

Aktivitas nongkrong di warung kopi sering dijadikan suatu pemenuhan kebutuhan sosial, bahkan dapat ditetapkan menjadi sebuah budaya di Indonesia. Terlebih, sekarang di setiap sudut kota dapat kita temukan tempat-tempat tongkrongan anak muda zaman sekarang.

Tidak hanya itu, banyak didapati orang-orang yang sedang nongkrong dijadikan sebagai tempat untuk berdiskusi bareng teman-temannya. Banyak aktivitas positif yang dapat dilakukan dari sebuah tongkrongan. Semisal, dari diskusi tersebut dapat melahirkan suatu gagasan imajinatif yang kemudian bisa berlanjut menjadi kolaborasi untuk dijadikan sebuah aksi.

Di samping itu, hadirnya budaya nongkrong masih dipandang sebelah mata karena tendensinya terlihat seperti budaya pemalas dan tidak berguna. Namun, di satu sisi, budaya nongkrong masih tetap eksis menjadi suatu bentuk ekspresi keberagaman masyarakat kala mengisi kekosongan waktu.

Walaupun begitu, banyak sekali dari kalangan muda yang tidak dapat membedakan antara nongkrong di warung kopi dengan nongkrong di café. Tentu dua jenis tempat tersebut sangat amat jauh perbedaannya. Berikut di antaranya:

Konsep

Dari segi konsep, warung kopi dibuat cenderung sederhana agar terkesan merakyat dan mudah dikenali oleh masyarakat, sedangkan café, konsep yang diusung adalah terlihat estetik, elegan, dan bergensi.

Fasilitas

Di warung kopi, tidak ada fasilitas seperti kipas angin, AC, dan wifi sementara di café mempunyai fasilitas yang cukup mewah, bahkan tak jarang beberapa café mempunyai fasilitas tambahan.

Segmentasi Pasar

Segmentasi yang ditawarkan oleh warung kopi yaitu masyarakat yang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah atau biasanya masayarakat sekitar yang rumahnya dekat dengan warung kopi sementara café, banyak diminati oleh kalangan ekonomi menengah ke atas, hal inilah yang membuat café terkesan elegan dan bergengsi.

Harga dan Menu

Dilihat dari segi menu dan harga, warung kopi umumnya menyediakan menu yang standar dan tidak berlebihan. Harga minuman yang dipatok itu biasanya kurang dari lima ribu atau makanan semisal menyediakan siomay yang dibandrol dengan harga lima ribu.

Akan tetapi, akan berbeda dengan penyedian siomay di café, yang semula di warung kopi itu lima ribu maka siomay yang ada di café diubah namanya menjadi dimsum, dan dimsum ini cenderung mahal, bisa mencapai 15—20 ribu.

Seiring dengan hadirnya pengaruh westernisasi yang mempengaruhi generasi muda, harus lebih berhati-hati dalam memilih teman dan tempat karena tak tak jarang pelaku kriminal masuk kedalam circle kita dan diam-diam mempengaruhi kepadah hal-hal negatif.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.