Judul: Disoder
Penulis: Akmal Nasery Basral
Perancang sampul: Labusiam
Penyunting: Dhewiberta Hardjono & Dila Maretihaqsari
Cetakan: Pertama, Desember 2020
Penerbit: Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tebal buku: xii+ 484 Halaman
Ukuran buku: 20,5 cm
Nomor ISBN: 978-602-291-769-4
Hai, Miks!
Pandemi COVID-19 yang mengawali berjalannya tahun 2020 telah menimbulkan banyak perubahan hampir di semua aspek kehidupan masyarakat global termasuk di Indonesia. Kita benar-benar dihadapkan pada kenyataan akan ketakutan terinfeksi virus yang belum ada obatnya ini. Sikap acuh tak acuh, kemarahan yang tak kunjung usai akibat kesulitan kondisi perekonomian, hingga stres tingkat tinggi karena tak leluasa beraktivitas seperti sebelumnya.
Kondisi masyarakat pun tak bisa dianggap baik-baik saja. Ada beragam peristiwa yang memprihatinkan seperti pemutusan hubungan kerja, kehilangan orang-orang tercinta, berpisahnya seorang ibu dengan anaknya atau sebaliknya, gelombang frustasi yang berujung pada kematian, dan masih banyak hal lain yang menyayat hati siapa pun yang hidup di negeri ini.
Dengan menduduki top chart pencarian di Google selama tahun 2020, istilah koronavirus atau virus SARS-CoV-2 seolah menjadi konsumsi harian masyarakat. Upaya mengenali sekaligus memahami cara virus yang memiliki kekuatan mutasi yang tak bisa dianggap enteng ini benar-benar menyita perhatian.
Nah, ketertarikan masyarakat Indonesia akan hal-hal yang berkaitan dengan virus SARS-CoV-2 sepertinya mampu ditangkap dengan baik oleh Akmal Nasery Basral. Ia menuliskan kisah virus SOIV (Swine Origin Influenza Virus) yang menjadi awal pandemi di tahun 2026 hingga bagaimana sang tokoh utama mengetahui asal muasal penularan virus tersebut.
Setting cerita yang bertempat di Benua Asia, Australia, dan Eropa dengan tokoh utama Doktor Permata Pertiwi. Beliau dikenal sebagai seorang pakar epidemiolog yang cerdas, cantik, dan berwibawa. Dalam plot-plot awal, Doktor Pertama atau lebih akrab dipanggil dengan nama Ata menghadapi kasus kematian yang kemudian diasumsikan terkait dengan menularnya virus SOIV-26. Dari isu virus inilah cerita berkembang tidak hanya dari segi plot, tetapi juga dari segi perkembangan karakter Ata dan tokoh lainnya.
“Cara saya menolong adalah dengan tidak mengizinkan Bapak ke luar RS. Pak Donal dalam kondisi tidak sehat. Sebentar lagi Suster Rahayu melakukan swab test.” (hal 95)
Sewaktu membaca penggalan dialog di atas, kita mengetahui bahwa ada skrining dan penanganan awal bagi suspek probable konfirmasi SOIV-26. Karena itu, pembaca akan lebih terinformasikan seputar tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan manakala menangani seseorang yang menunjukkan gejala-gejala klinis awal terinfeksi virus.
Tak berhenti pada deskripsi tindakan awal untuk suspek probable konfirmasi SOIV-26, Akmal Nasery Basral melalui tokoh Ata yang ia narasikan ingin menyorot pentingnya mendengarkan pendapat ahli khususnya epidemiolog saat terjadi lonjakan yang luar biasa dari suatu penyakit yang baru muncul.
Hal ini tak terlepas dari kemampuan para ahli tersebut dalam menganalisis intensitas penularan suatu virus, demografi pasiennya serta daerah sebarannya. Namun, keterbatasan pengetahuan ilmuwan terhadap perubahan status penularan virus dari epidemi menjadi pandemi juga tak terhindarkan.
“Peluang untuk menjadi pandemi selalu ada. Wabah akan selalu terjadi, hanya kita tidak tahu kapan persisnya akan meledak.” (hal 110)
Pada tahap ini, Akmal Nasery Basral ingin para pembaca menyadari bahwa secerdas apa pun manusia, mereka takkan pernah mengetahui peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Menurut hemat peresensi, pesan tersirat ini sangat penting untuk dimaknai oleh setiap kita karena pada akhirnya, setelah upaya-upaya preventif maupun kuratif yang kita lakukan, hanya Tuhanlah yang memiliki kuasa atas segala urusan.
Selain menjelaskan rangkaian tindakan medis, keterbatasan manusia untuk mengetahui kejadian di periode kehidupan mendatang, pembaca akan disuguhi sisi kemanusiaan yang nampak abu-abu.
Ada individu-individu yang berusaha memperbaiki “sekumpulan disorder” (hal 476) untuk menyelamatkan peradaban manusia, tetapi dengan cara yang tak berterima baik dari sisi agama, norma-norma maupun nilai-nilai kemasyarakatan.
Aksi ini tentu menciptakan turbulensi sosial. Karena itu, setelah membaca novel ini, pembaca diajak untuk merenungkan setiap kejadian entah itu wabah, bencana alam, atau yang lainnya dengan mencari solusi yang tepat dan tak menyalahi aturan Tuhan sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Hal ini juga makin ditegaskan di bagian epilog novel di mana ada penggalan kalimat surat elektronik yang dikirimkan kepada tokoh utama bertuliskan, Kita tak boleh menyerah betapapun beratnya keadaan. Sebab, di situlah nilai kita sebagai manusia menjadi bermakna. (hal 476)
Dengan kelebihannya dalam menjelaskan bagaimana suatu virus bermutasi dengan riset yang mendalam dan penggunaan istilah-istilah medis dan epidemiologi, novel ini mungkin bukan novel pionir bertemakan pandemi.
Akan tetapi, novel ini ingin mengingatkan bahwa kita tak hidup sendirian di dunia fana ini, bahkan novel ini meresonansikan pada kita bahwa mikroba, virus, bakteri serta mikroorganisme lainnya hidup bersama-sama kita dan kewajiban kitalah untuk melawan dan mempertahankan eksistensi kita sebagai manusia apabila ancaman virus hadir di tengah-tengah kehidupan kita.
Nah, penasaran dengan novel bergenre pandemic-apocalyptic ini, yuk, buruan baca, Miks!